TEKNOSEKSUAL

Ada teknofobia – menampik teknologi; ada teknofilia – mencintai teknologi secara membuta. Tapi ada juga teknoseksual – para pria yang sadar melengkapi diri dengan peralatan (gadget) dan permainan serba teknologis dan canggih. Dari hp sampai audio-visual, home theater, mobil mainan, mobil sungguhan, peralatan memancing dan berburu, dll – yang diincar selalu yang terbaru dan tercanggih. Mereka di sekitar kita – seperti tak mengenal rasa puas teknologi!
Pria metroseksual, para pria yang senang berdandan, tampil resik, harum dan perlente, menyukai pergaulan dan kerja, selalu menjaga kebugaran dan tak sungkan "berlelah-lelah" merawat diri serta mengeluarkan biaya khusus untuk mendapatkannya – sudah menjadi pemandangan lumrah di sekitar kita. Dan kebiasaan lain yang tujuannya juga memaksimalkan penampilan dan kehidupan mereka, sebagian dari para pria metroseksual ini selalu melengkapi diri dengan berbagai peralatan (gadget) serba canggih. Maka dari pria metroseksual – mereka juga menjadi pria teknoseksual. Dan bagi mereka, kasus-kasus di bawah ini cukup menjelaskan – bagaimana peralatan dan teknologi konsumen serba canggih – sebenarnya sudah menjadi bagian nyata dari gaya hidup yang kini semakin menyebar dalam kehidupan kita.
Pria metroseksual, para pria yang senang berdandan, tampil resik, harum dan perlente, menyukai pergaulan dan kerja, selalu menjaga kebugaran dan tak sungkan "berlelah-lelah" merawat diri serta mengeluarkan biaya khusus untuk mendapatkannya – sudah menjadi pemandangan lumrah di sekitar kita. Dan kebiasaan lain yang tujuannya juga memaksimalkan penampilan dan kehidupan mereka, sebagian dari para pria metroseksual ini selalu melengkapi diri dengan berbagai peralatan (gadget) serba canggih. Maka dari pria metroseksual – mereka juga menjadi pria teknoseksual. Dan bagi mereka, kasus-kasus di bawah ini cukup menjelaskan – bagaimana peralatan dan teknologi konsumen serba canggih – sebenarnya sudah menjadi bagian nyata dari gaya hidup yang kini semakin menyebar dalam kehidupan kita.
Pada tahun 2000, misalnya, dunia bisnis pertunjukan musik rock dikejutkan oleh teknik pemasaran baru oleh grup musik Rolling Stone. Grup band yang lebih dikenal melalui sosok vokalisnya, Mick Jagger itu, dalam rangka mempromosikan dan terutama menjual tiket untuk pertunjukan keliling dunia yang berlabel "Tour Milenium" tersebut, semuanya dilakukan online. Sebuah pelaksanaan live show yang dulunya memerlukan barisan panjang tim promosi, tim penjualan tiket yang demikian banyak jumlahnya di berbagai tempat (atau negara), kini dapat "disederhanakan" melalui kecanggihan teknologi komputer dan internet. Semuanya dipermudah dalam "dunia maya" yang hasilnya ternyata luar bisa secara ekonomik.
Mengacu pada peristiwa ini, keberhasilan Deep Purple menggoyang Jakarta dan Bali pada tahun 2004, dalam pengakuan promotornya di beberapa media cetak Jakarta, sebagian besar "deal" bisnisnya ternyata juga dilakukan melalui jaringan internet. Hal ini menegaskan kembali manfaat besar dari penjualan buku ala Amazon.com sebagai terobosan canggih, ketika toko-toko buku di beberapa belahan dunia mulai mengalami sepi pengunjung. Pembeli cukup mengunjungi situs Amazon.com, mencari-cari buku yang diinginkan, lalu mengirimkan nomor rekening kartu kredit untuk pembelian. Jual beli dilakukan online dengan ringkas, lalu tak lama kemudian buku dikirimkan kepada si pembeli. Pembeli tak perlu lagi merepotkan diri harus keluar rumah untuk mengunjungi toko buku.
Dalam perspektif komputer dan internet sebagai salah satu peralatan yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari para pria teknoseksual, kasus Rolling Stone dan Deep Purple ini dapat terlaksana karena adanya peningkatan pemanfaatan teknologi "jaringan". Prinsipnya: manusia bersosialisasi secara produktif dengan teknologi jaringan (networking). Orang-orang mengolah dan meningkatkan kehidupannya dengan memanfaatkan lingkungan dan peralatan teknologi secara "win-win". Dan manusia terkaya di dunia saat ini, Bill Gates, adalah manusia pertama yang berhasil memanfaatkan jaringan dunia maya yang dihasilkan komputer diadaptasi dari proyek militer ARPANET, yang kini dikenal di seluruh dunia secara sederhana sebagai internet, intranet, atau net-net lainnya. Visi teknologi informasi (IT) dan impian bisnis Bill Gates, terintegrasi maksimal dengan memanfaatkan jaringan dunia maya. Hasilnya, semua orang di muka bumi kini dapat berinteraksi dengan sangat mudah, cepat, murah, dan online.
Hal ini jugalah yang disadari produser film Spiderman, yang dalam tiga hari saja langsung meraup penjualan lebih dari US$ 100 juta. Bukan saja akibat pemberitaan tentang keberadaan film itu yang segera menyebar, hingga mampu menjaring penonton di seluruh dunia secara bersamaan. Tapi juga dari penjualan merchandiser di luar pertunjukan filmnya. Hal yang dilakukan secara dini sebenarnya, dekade lalu, oleh Michael Jackson. Ia mampu menjadi manusia kaya raya, bukan karena pertunjukannya telah disaksikan banyak orang; melainkan setelah atau sebelum menonton, para penggemarnya membeli kaset dan merchandiser-nya.
Selain perluasan manfaat penggunaan jaringan, apa yang menjadi prinsip teknologi komputer (dan internet), juga produk teknologi konsumen lainnya yang banyak digunakan para pria teknoseksual yang membuatnya semakin relevan adalah efisiensi. Efisiensi adalah kualifikasi gaya hidup yang menghargai ketepatan "daya guna", yang sangat diminati para pria peminat teknologi dan pengguna gadget ini. Hal ini bisa diilustrasikan lewat sebuah mesin mobil: semakin mudah mesinnya berputar dan bekerja, semakin sedikit bahan bakar diperlukan, semakin sedikit biaya dikeluarkan untuk menjalankannya. Semakin cepat pemanfaatan waktu, semakin cepat pula hubungan antara satu dan lainnya di mana pun, kapan saja, dilangsungkan. Sebab, waktu bagi para pria teknoseksual ini tidak lagi sekadar: time is money – tapi juga: idea is money.
Lalu, fenomena menarik yang juga mengubah pola pria teknoseksual ini dalam memanfaatkan komputer dan internet, atau teknologi konsumen lainnya adalah penyempurnaan fasilitas teknologi pada peralatan itu sendiri – yang membuat mereka pun tak pernah usai oleh satu tahap perkembangan. Di bidang teknologi produk peralatan komunikasi misalnya, semakin maju dan berkembangnya teknologi, semakin condong para pria ini menginginkan sebuah perangkat (apakah ponsel, communicator atau PDA) yang merupakan sebuah kesatuan dan mampu melakukan segala aktivitas digital (nirkabel atau tidak), termasuk menggunakan foto digital.
Hingga perkembangan gaya hidup para pria teknoseksual pengguna teknologi konsumen ini, seperti digambarkan John Naisbitt (2001) – sejak kedatangan jam putar (1876) dan jam yang dioperasikan dengan baterai (1956) – adalah berlangsungnya pergeseran gaya hidup dari zaman high- touch ke zaman high-tech. Bila pada masa high-touch bahasa waktu yang umum dikenal ditetapkan oleh irama alam: pasang-surutnya air laut, siklus rembulan, musim, bintang, terbitnya matahari, terbenamnya matahari, bayang-bayang – maka frase yang umum digunakan dewasa ini adalah: tidak ada waktu, quick time, real time, face time, waktu tenggat, check list, multitask, ketinggalan, mencari waktu, menyediakan waktu, kehilangan waktu, mengisi waktu, membunuh waktu, membuang-buang waktu, tepat waktu, terlambat, kerangka waktu, fast-forward.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar