more than just radio

more than just radio
pro2

Minggu, 02 Desember 2007

JELITA EDISI 5 Des 2007 (FAMILY)

Kaum Lelaki Juga Harus Aktif Ber-KB
Peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi perempuan masih sangat rendah, terutama dalam program keluarga berencana (KB).
Hingga saat ini tidak lebih dari dua persen saja laki-laki yang mau ber-KB dari sekitar 26 juta pasangan usia subur (PUS). Alasannya, selain terbatasnya alat kontrasepsi untuk laki-laki, faktor budaya masih menjadikan perempuan sebagai subordinat laki-laki.
Meneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono menyatakan, laki-laki enggan melakukan vasektomi, sebagian lebih memilih alat kontrasepsi kondom dan cara tradisional. Padahal, vasektomi adalah cara ber-KB paling efektif bagi lelaki, demikian katanya saat membuka "Regional Workshop Partisipasi Laki-Laki dalam Kesehatan Reproduksi" yang diikuti 14 negara di Jakarta.
"Banyak laki-laki yang takut divasektomi dengan alasan takut libidonya menurun. Padahal vasektomi tidak mempengaruhi libido dan kemampuan seks laki-laki," kata Meutia.
Lelaki memiliki peran yang besar untuk menyelamatkan kaum perempuan. Laki-laki seharusnya dapat ikut memastikan istrinya mendapatkan akses pelayanan KB, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan akses pelayanan medis yang memadai, serta mendapatkan pelayanan gawat darurat kehamilan dan persalinan.
Memakai alat kontrasepsi selama ini sepertinya hanya menjadi kewajiban kaum hawa semata. Padahal, kaum laki-laki juga punya kewajiban yang sama. Sayangnya, alat kontrasepsi memang masih banyak yang diproduksi untuk kaum hawa.
"Dengan perkembangan teknologi moderen, alat-alat kontrasepsi yang harus disediakan oleh negara sebaiknya tidak hanya untuk perempuan, melainkan juga untuk laki-laki. Seharusnya sudah dapat disediakan dan disosialisasikan alat-alat selain kondom," ujar Ketua Dewan Kebijakan Fakmina Institut Husein Muhammad.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi mengenai revisi UU Kesehatan di Hotel Grand Kemang, Jl Kemang Raya, Jakarta, beberapa waktu lalu. Kesertaan lelaki dalam KB hanya 4,4 persen. Angka itu mencakup pemakai kondom sebesar 0,9 persen, vasektomi 0,4 persen, senggama terputus 1,5 persen, dan pantang berkala 1,6 persen.
Metode senggama terputus dan pantang berkala angka kegagalannya cukup besar. Rendahnya kesertaan pria dalam KB antara lain karena KB dianggap tanggung jawab perempuan semata. Hal itu karena dikaitkan dengan fungsi dan proses reproduksi, keputusan mempunyai anak, hamil, dan jumlah anak ditentukan suami atau keluarga lainnya.
Pelaksanaan KB diperparah dengan menurunnya petugas lapangan KB (PLKB) karena ketidakjelasan keberadaan mereka. Jumlah PLKB awalnya 26 ribu orang, namun setelah otonomi daerah berkurang menjadi 19.300 orang.
Data yang dihimpun Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)angka nasional pengguna kontrasepsi 2002-2003 berkisar 60,3 persen. Namun disparitas antarprovinsi cukup beragam dengan rentang 34,8 persen-75,6 persen.

Tidak ada komentar: